Wednesday, December 30, 2015

:: Apa pentingnya harus berteriak :: Saya menyukai catatan kecil dari anak-anak saya ─ apakah itu berupa coretan di kertas kecil atau ditulis rapi di kertas bergaris. Khususnya yang baru-baru ini saya terima dari putri saya yang berusia 9 tahun di Hari Ibu sangat berarti bagi saya. Baris pertama sajak itu membuat saya menitikkan air mata. 'Yang utama tentang ibu saya adalah ... dia selalu ada untuk saya, bahkan di saat saya dalam masalah'. Sebenarnya, saya bukanlah seperti itu sebelumnya. Dalam hidup keseharian saya yang sibuk, saya mulai kebiasaan yang tidak saya lakukan sampai saat itu. Saya menjadi 'tukang teriak'. Tidak sering saya lalukan tetapi bila itu terjadi teriakan saya sangat keras, seperti balon yang meledak yang membuat semua orang menutup kuping ketakutan. Apa sebabnya saya kehilangan kendali kepada anak-anak saya yang berusia 3 dan 6 tahun? Apakah karena mereka memaksa mengambil kalung monte dan kacamata di saat kami sudah terlambat? Atau sewaktu mereka ingin menuangkan cereal dan akhirnya tumpah di dapur? Ketika mereka memecahkan pajangan malaikat kaca padahal sudah saya peringatkan jangan dipegang? Berisik tidak mau tidur sewaktu saya ingin ketenangan? Bertengkar hanya karena ingin keluar mobil lebih dulu atau es krim siapa yang lebih besar? Karena hal-hal di atas ─ kenakalan dan perilaku yang biasa dilakukan anak-anak menyebabkan saya marah dan kehilangan kendali. Saya membenci momen-momen itu. Mengapa saya harus berteriak keras kepada dua buah hati saya yang saya cintai? Perkenankanlah saya menceritakannya pada Anda. Adanya gangguan Menggunakan telpon berlebihan, terlalu banyak janji, berlembar-lebar daftar tugas, dan ingin semua sempurna telah 'merampas' hidup saya. Berteriak kepada orang-orang yang saya cintai adalah akibat langsung ketidakmampuan saya mengendalikan diri. Saya berantakan di hadapan orang-orang yang paling berharga dalam hidup saya. Sampai saat harinya tiba Putri tertua saya menaiki tangga berusaha meraih sesuatu di lemari makan ketika tanpa disengaja sekantong beras terjatuh berserakan di lantai. Putri saya menangis ketakutan saat saya melihatnya. 'Dia sangat takut pada saya', itulah kesedihan yang terlintas dalam benak saya. Putri saya yang berusia 6 tahun ketakutan akan reaksi saya karena kesalahannya yang tidak disengaja. Saya menyesal, saya tidak menginginkan anak-anak saya tumbuh dengan perasaan itu dan hidup dengan cara itu. Beberapa minggu setelah kejadian itu, saya melakukan perubahan hebat. Kesedihan saya mendorong saya membebaskan diri dari 'gangguan' dan fokus pada apa yang penting. Ini terjadi dua setengah tahun lalu saya secara perlahan mengurangi gangguan elektronik, membebaskan dari tekanan menjadi sempurna dan bisa melakukan semua. Setelah saya membebaskan diri dari gangguan dari luar dan dalam, berangsur-angsur kemarahan dan stres menghilang. Dengan beban yang semakin ringan, saya dapat menghadapi kesalahan anak-anak dengan lebih tenang dan dengan kasih sayang. Contohnya, saya berkata, 'oh, itu hanya sirup coklat, kamu dapat membersihkannya dan meja dapur akan kelihatan baru lagi' (daripada melotot dan marah-marah). Saya membantu pegang serokkan sewaktu anak-anak menyapu buah cheri yang berantakan di lantai (daripada tolak pinggang sambil meluapkan kekesalan). Saya membantunya mengingat-ingat di mana dia meletakkan kacamatanya (daripada mengoloknya). Di saat saya merasa lelah dan kesal, saya masuk kamar mandi, bernafas dalam-dalam dan mengingat kembali bahwa mereka itu anak-anak yang bisa berbuat salah demikian pula saya. Perlahan-lahan, rasa takut yang terpancar di mata mereka hilang. Saya menjadi dambaan mereka dalam masa sulit, bukan lagi musuh yang mereka hindari dan ingin sembunyi. Pengalaman lain terjadi ketika saya kehilangan 3 bab terakhir buku yang saya tulis karena komputer mati mendadak. Saya menangis karena kecewa. Saya terkejut ketika putri saya membelai dan berkata, 'Mama, kamu bisa membuatnya lagi, kamu penulis yang ulung. Saya akan membantu sebisa saya'. Putri saya tidak akan pernah belajar melakukan tindakan belas kasih ini kalau saja saya masih sebagai "tukang teriak', karena teriakan memutus komunikasi, melukai ikatan, menyebabkan perpisahan, alih-alih keakraban. Saatnya Anda memilih untuk menjadi lemah lembut. Dengan cara ini, kita menjangkau anak-anak kita membangun jembatan ─ jembatan yang akan membawa kita melewati masalah yang ada. Please Like and Share !! | Jual Barang Lucu Unik Murah China Harga Grosir


:: Apa pentingnya harus berteriak :: Saya menyukai catatan kecil dari anak-anak saya ─ apakah itu berupa coretan di kertas kecil atau ditulis rapi di kertas bergaris. Khususnya yang baru-baru ini saya terima dari putri saya yang berusia 9 tahun di Hari Ibu sangat berarti bagi saya. Baris pertama sajak itu membuat saya menitikkan air mata. 'Yang utama tentang ibu saya adalah ... dia selalu ada untuk saya, bahkan di saat saya dalam masalah'. Sebenarnya, saya bukanlah seperti itu sebelumnya. Dalam hidup keseharian saya yang sibuk, saya mulai kebiasaan yang tidak saya lakukan sampai saat itu. Saya menjadi 'tukang teriak'. Tidak sering saya lalukan tetapi bila itu terjadi teriakan saya sangat keras, seperti balon yang meledak yang membuat semua orang menutup kuping ketakutan. Apa sebabnya saya kehilangan kendali kepada anak-anak saya yang berusia 3 dan 6 tahun? Apakah karena mereka memaksa mengambil kalung monte dan kacamata di saat kami sudah terlambat? Atau sewaktu mereka ingin menuangkan cereal dan akhirnya tumpah di dapur? Ketika mereka memecahkan pajangan malaikat kaca padahal sudah saya peringatkan jangan dipegang? Berisik tidak mau tidur sewaktu saya ingin ketenangan? Bertengkar hanya karena ingin keluar mobil lebih dulu atau es krim siapa yang lebih besar? Karena hal-hal di atas ─ kenakalan dan perilaku yang biasa dilakukan anak-anak menyebabkan saya marah dan kehilangan kendali. Saya membenci momen-momen itu. Mengapa saya harus berteriak keras kepada dua buah hati saya yang saya cintai? Perkenankanlah saya menceritakannya pada Anda. Adanya gangguan Menggunakan telpon berlebihan, terlalu banyak janji, berlembar-lebar daftar tugas, dan ingin semua sempurna telah 'merampas' hidup saya. Berteriak kepada orang-orang yang saya cintai adalah akibat langsung ketidakmampuan saya mengendalikan diri. Saya berantakan di hadapan orang-orang yang paling berharga dalam hidup saya. Sampai saat harinya tiba Putri tertua saya menaiki tangga berusaha meraih sesuatu di lemari makan ketika tanpa disengaja sekantong beras terjatuh berserakan di lantai. Putri saya menangis ketakutan saat saya melihatnya. 'Dia sangat takut pada saya', itulah kesedihan yang terlintas dalam benak saya. Putri saya yang berusia 6 tahun ketakutan akan reaksi saya karena kesalahannya yang tidak disengaja. Saya menyesal, saya tidak menginginkan anak-anak saya tumbuh dengan perasaan itu dan hidup dengan cara itu. Beberapa minggu setelah kejadian itu, saya melakukan perubahan hebat. Kesedihan saya mendorong saya membebaskan diri dari 'gangguan' dan fokus pada apa yang penting. Ini terjadi dua setengah tahun lalu saya secara perlahan mengurangi gangguan elektronik, membebaskan dari tekanan menjadi sempurna dan bisa melakukan semua. Setelah saya membebaskan diri dari gangguan dari luar dan dalam, berangsur-angsur kemarahan dan stres menghilang. Dengan beban yang semakin ringan, saya dapat menghadapi kesalahan anak-anak dengan lebih tenang dan dengan kasih sayang. Contohnya, saya berkata, 'oh, itu hanya sirup coklat, kamu dapat membersihkannya dan meja dapur akan kelihatan baru lagi' (daripada melotot dan marah-marah). Saya membantu pegang serokkan sewaktu anak-anak menyapu buah cheri yang berantakan di lantai (daripada tolak pinggang sambil meluapkan kekesalan). Saya membantunya mengingat-ingat di mana dia meletakkan kacamatanya (daripada mengoloknya). Di saat saya merasa lelah dan kesal, saya masuk kamar mandi, bernafas dalam-dalam dan mengingat kembali bahwa mereka itu anak-anak yang bisa berbuat salah demikian pula saya. Perlahan-lahan, rasa takut yang terpancar di mata mereka hilang. Saya menjadi dambaan mereka dalam masa sulit, bukan lagi musuh yang mereka hindari dan ingin sembunyi. Pengalaman lain terjadi ketika saya kehilangan 3 bab terakhir buku yang saya tulis karena komputer mati mendadak. Saya menangis karena kecewa. Saya terkejut ketika putri saya membelai dan berkata, 'Mama, kamu bisa membuatnya lagi, kamu penulis yang ulung. Saya akan membantu sebisa saya'. Putri saya tidak akan pernah belajar melakukan tindakan belas kasih ini kalau saja saya masih sebagai "tukang teriak', karena teriakan memutus komunikasi, melukai ikatan, menyebabkan perpisahan, alih-alih keakraban. Saatnya Anda memilih untuk menjadi lemah lembut. Dengan cara ini, kita menjangkau anak-anak kita membangun jembatan ─ jembatan yang akan membawa kita melewati masalah yang ada. Please Like and Share !! Mau beli produk inovatif yang lucu unik dan murah dari China dengan harga termurah? Beli aja di Voilon

Ayo Like juga Fanspage kami >>> Voilon

No comments:

Post a Comment